Nulis Sampe Babak Belur


Judul itu asli banget lebay. Mana ada orang nulis sampe babak belur. Kecuali kalo nulisnya sambil tawuran, baru deh babak belur. Lagian emang ada orang yang nulis sambil tawuran? Cari aja deh sendiri ya.

Judul itu cuma cara saya untuk menggambarkan kegigihan. Bahwa kita emang mesti melakukan segala suatu dengan kegigihan dan kesungguhan. Apapun yang kita lakukan. Saya ingin sedikit berbagi cerita dengan kawan-kawan.
saya terpuruk waktu itu. D’RISE zine (sebelum D’RISE menjadi bentuknya yang sekarang) kolaps tanpa bisa saya selamatkan. Saya merasa ditipu oleh nasib, padahal saya sudah azzamkan untuk bekerja hanya untuk D’RISE sampai dia besar, tapi kemudian D’RISE malah kolaps. Waktu itu buntu banget. Saya nggak ngerti apa lagi yang akan saya lakukan dalam hidup ini. Saya cuma mau menulis. Tapi dalam hati saya kuatkan diri saya, bahwa apapun yang terjadi saya akan terus menulis. Hinggi kemudian Allah memberi petunjuk pada saya, habis solat subuh, saya membaca majalah milik seorang teman yang bercerita tentang perang sabil di aceh. Ada sebuah syair yang sangat menyentuh di sana, yang membuat saya menangis membacanya. Kemudian muncullah ide itu secara tiba-tiba. Bahwa saya mesti membuat sebuah novel tentang perang sabil di aceh. Semua langkah yang mesti saya lakukan seolah-olah ditampakkan begitu saja di hadapan muka saya. Mulai dari membuat kerangka, mengembangkannya, sampai menyelesaikannya.
 
Saya menulis sabil dengan minat dan semangat yang membara. Saya bisa menulis mula dari habis subuh sampai habis isya hampir nonstop. Dan semua naskahnya saya tulis dengan tangan. Saya menulis sampai jari manis saya bengkak dan kembang-kempis, tapi saya nggak berhenti, sampai saya terbiasa dengan semua itu. Tujuh bulan berlalu, sabil berhasil saya selesaikan. Alhamdulillah. Setelah itu, D’RISE terbit di bawah suasana baru dan terus berkembang sampai sekarang. Dan  Allah telah mengabulkan doa saya, Allah selalu mengabulkan doa kita semua.


Previous
Next Post »